BAB 7
Dua tahun kemudian
Pernikahan Triana dan Stevano
tidak terasa sudah memasuki dua tahun. Kehidupan rumah tangga mereka begitu
harmonis , mesra dan bahagia. Stevano begitu memanjakan Triana seperi seorang
putri dan selalu membanjarinya dengan cinta, kasih sayang dan perhatian.
Stevano begitu memuja Triana. Ia merasa bahagia dengan kehidupannya sekarang
meskipun mereka belum memiliki anak, tapi Stevano tidak mempermasalahkan hal
itu. Triana dan Stevano masih ingin terus berduaan, sedangkan papanya selalu
mendesaknya ingin segera memiliki seorang cucu.
Triana sedang berada di
kamarnya pagi itu, sedangkan suaminya sudah pergi bekerja. Sejak kemarin Triana
merasa tidak enak badan dan suhu badannya agak tinggi, jadi Triana memutuskan
untuk tidak pergi bekerja. Suaminya pun sudah melarangnya untuk bekerja hari
ini.
Demam yang dialaminya sekarang
gara-gara Triana pulang kehujanan bersama Feby . Dua hari yang lalu Triana dan
Feby pergi mengunjungi salah satu teman mereka dan ketika mereka pulang hujan
turun dengan deras dan pakaian mereka langsung basah kuyup sedangkan mobil terpakir jauh dari apartemen
temannya. Sekarang ia demam dan terbaring di tempat tidur.
Triana senang karena Stevano
begitu memperhatikan dan mencemaskannya. Semalam Stevano menjaganya dengan
memeluknya. Tadi pagi sebelum berangkat bekerja suaminya menyempatkan diri
untuk menyuapinya sarapan pagi. Triana begitu menikmati perhatian suaminya yang
kadang menurutnya terlalu berlebihan.
Ketika hari sudah menjelang
malam Triana melihat suaminya terlihat sangat kelelahan dan wajahnya kusut
tidak seperti biasanya.’’Kau baik-baik saja?’’
‘’Aku baik-baik saja.
Bagaimana keadaanmu?’’
‘’Sudah lebih baik’’. Stevano
hanya tersenyum, lalu ia masuk ke kamar mandi. Triana merasakan keanehan tentang suaminya, tapi ia tidak tahu apa itu karena
sepertinya Stevano memilihnya untuk tidak menceritakannya. Saat makan malam pun
suaminya seperti memikirkan sesuatu dan hanya diam karena biasanya Stevano
selalu banyak bicara dengan ayahnya setiap kali mereka ada di meja makan.
Setelah selesai makan malam
Stevano langsung kembali ke kamar biasanya ia akan berbicara sebentar dengan
ayahnya di ruang keluarga, tapi hari ini tidak. Saat Triana kembali ke kamar
didapatinya suaminya telah berbaring di tempat tidur biasanya suaminya membaca
novel sebelum tidur.Triana pun naik ke tempat tidur dan hanya melihat punggung
suaminya biasanya Stevano memeluknya sambil membisikkan kata-kata cinta seperti
ritual di malam hari sebelum mereka tidur. Triana sudah tidak tahan dengan
keanehan sikap suaminya ini, lalu ia pun bertanya.’’ Kamu sudah tidur?’’.
‘’Hmm...’’.
‘’Hari ini kau aneh sekali.
Apa ada masalah?kalau ada kau bisa menceritakannya padaku mungkin aku bisa
sedikit membantu’’.
‘’Tidak ada masalah’’ jawabnya
sambil masih memunggungi Triana.
‘’Aku istrimu, aku jadi cemas
melihatmu yang seperti ini karena tidak biasanya kamu bersikap aneh seperti
ini, bahkan malam ini kau pun tidak memelukku seperti biasanya’’. Stevano
akhirnya membalikkan diri dan mendapati Triana sedang memandanginya dengan
cemas.
‘’Sebenarnya kau ini
kenapa?’’tanya Triana sekali lagi sambil mengusap wajah suaminya.’’Apa aku suah
berbuat salah padamu?’’. Stevano mengambil tangan Triana di wajahnya dan
mengenggamnya.
‘’Percayalah. Aku tidak
apa-apa hanya lelah saja. Hari ini di kantor pekerjaanku sangat banyak tidak
seperti biasanya’’. Entah kenapa Triana merasa tidak puas dengan jawaban
suaminya, lalu tiba-tiba dipkirannya melintas apakah Stevano sudah tidak
mencintainya lagi atau dia sudah berselingkuh. Triana berusaha membuang pikiran
itu, tapi tetap saja Triana merasa gelisah. Ada ketakutan dalam diri Triana
jika suami telah selingkuh karena dia belum bisa memberikannya seorang anak.
Triana tidak mau mempercayai semua yang dipikirkannya belum tentu yang
dipkirkannya itu benar. Selama dua tahun ini suaminya selalu bersikap mesra
kepadanya dan tidak pernah melirik wanita lain selain dirinya. Triana juga
takut kalau Stevano sudah merasa bosan kepadanya. Ia tidak ingin itu terjadi.
Triana yang sedang disibukan oleh pemikiran buruknya tentang suaminya, Stevano
memeluk Triana.’’Maafkan aku Triana’’ ujarnya sebelum suaminya tertidur. Triana
tidak mengerti kenapa suaminya harus meminta maaf kepadanya.
Besok paginya Triana mendapati
kalau Stevano sudah tidak berada ditempat tidur lagi dan pelayan yang datang ke
kamarnya untuk mengantarkan sarapan pagi mengatakan kalau Stevano sudah pergi
pagi-pagi sekali ke kantornya. Triana mengernyitkan dahinya. Perasaan Triana
memang mengatakan kalau ada yang aneh dengan suaminya dan ia akan segera
mencari tahu. Biasanya sebelum pergi Stevano selalu membangunkannya dan
memberikan kecupan selamat pagi untuknya dan hari ini pertama kalinya Stevano
tidak melakukannya.
Triana pagi ini sudah merasa
lebih baik. Demannya juga sudah turun. Ia bisa berjalan-jalan sebentar di kebun
menikmati pagi hari yang cerah. Disana Triana mendapati papanya sedang membaca
koran di kebun seperti kebiasaannya sebelum pergi bekerja. Triana duduk di
kursi di samping ayahnya dan berkali menghela napas. Papanya menyadari
kegalauan putrinya. Ia melipat korannya dan memandang Triana.’’Ada apa?’’
‘’Stevano bersikap aneh
kemarin dan juga sekarang. Aku rasa dia sedang merahasiakan sesuatu. Apa
mungkin dia sudah merasa bosan hidup denganku’’.
Papanya tersenyum.’’Kau
terlalu mencemaskan, sehingga kau berpikiran yang macam-macam. Stevano mana
mungkin merasa bosan kepadamu, bukankah dia begitu mencintaimu. Stevano begitu
memujamu . Papa bisa lihat dari sorot matanya.Jangan khawatir Stevano baik-baik
saja’’.
‘’Aku harap begitu. Sebaiknya
aku pergi’’.
‘’Kau mau kemana. Baru saja
sembuh sudah mau pergi ke luar rumah bagaimana kalau pingsan di jalan’’.
‘’Triana ngga akan pingsan di
jalan. Aku sudah merasa lebih baik. Triana hanya ingin jalan-jalan sebentar.
Rasanya sumpek jika harus berada di rumah terus’’.
Papanya tersenyum. ‘’Tapi
hati-hati dijalan!’’
‘’Triana akan hati-hati’’.
‘’Bawalah seorang pelayan
untuk menemani. Papa akan lebih tenang’’.
‘’Terserah papa saja’’. Triana
berlalu pergi dengan perasaan tidak karuan karena sikap aneh suaminya.
Triana duduk di bangku di
taman kota. Ia memperhatikan orang-orang yang hilir mudik di depannya. Hari ini
cuacanya begitu cerah cocok untuk berjalan-jalan. Pelayan yang menemani Triana
duduk disebelahnya. Tiba-tiba saja ada yang menyapa Triana dan ia begitu
mengenal suara yang memanggilnya. Jantungnya berdebar dengan cepat tanpa di
mengerti olehnya. Triana melihat seorang pria tampan dan penampilannya
sangat rapi. Pria itu tubuhnya dibalut
oleh jas yang sangat mahal. ‘’Halo Triana!’’
‘’Davin’’. Triana terpekik
kaget.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan tinggalkan komen ya, saran ato kritik , sapa, salam, banyak ato sedikit ngga apa2 ....terima kasih ^0^