Bab
1
Triana
duduk di kursi di teras rumahnya dengan wajah cemberut sambil memandangi hujan
turun di musim panas. Ia baru saja bertengkar dengan Ibunya yang tidak mengabulkannya untuk
bekerja di luar negeri dengan gaji yang sangat besar karena ibunya sedang sakit
dan tidak ingin ditinggalkan oleh Triana. Tentu saja Triana menolak keinginan
ibunya. Ia tidak ingin kesempatannya untuk bekerja di perusahaan besar di
luar negeri menghilang begitu saja dari
genggamannya.
Tawaran
bekerja di luar negeri berasal dari temannya karena salah satu staff kantor
dimana teman Triana bekerja mengundurkan diri dan tawaran itu diberikan
kepadanya karena Triana pantas untuk mendapatkan posisi staff itu karenaTriana adalah pekerja keras dan
rajin. Triana pun langsung menerima tawaran itu tanpa di pikir-pikir lagi yang
ada di otaknya ialah mendapatkan uang sebanyak-banyaknya untuk merubah hidupnya
yang biasa-biasa saja. Ia bosan hidup dalam kemiskinan. Baginya uang adalah
segalanya. Apa pun yang ia inginkan akan tercapai jika ia memiliki banyak uang.
Ia juga bercita-cita ingin menikahi pria kaya.
Triana
tinggal bersama ibunya dan juga adik perempuannya yang masih kuliah sedangkan
ayahnya sudah meninggal ketika Triana masih berusia
12 tahun dan sekarang ia menjadi tulang punggung
keluarganya. Triana adalah seorang wanita berumur 26 tahun yang berambisius
tinggi, cantik juga berbahaya. Ia adalah tipe wanita yang akan menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuannya yaitu menjadi orang kaya dan ia juga
mengandalkan kecantikannya untuk memikat pria-pria kaya. Ia ingin sekali keluar
dari rumahnya yang kecil dan sederhana.
Sejak
ada tawaran kerja di luar negeri dengan gaji besar, Triana langsung
mengundurkan diri dari tempatnya bekerja .Ia
akan mendapatkan pria lebih kaya lagi di luar negeri nanti. Triana masih mendengar ibunya menangis, tapi
ia tidak perduli. Ibunya mau nangis dengan memohon sambil bersujud kepadanya ,
ia tidak akan merubah keputusannya.
Hujan
masih turun dengan derasnya. Triana melihat adik perempuannya sedang
berlari-lari di tengah hujan. ‘’Kakak sedang apa
disini hujan-begini?’’
‘’Eh
Nina, terserah aku
mau ngapain disini. Mau duduk disini mau hujan-hujanan itu bukan urusan kamu’’.
‘’Eeee..kakak
judes amat cuma nanya gitu aja kok sewot amat’’.
‘’Ini
semua gara-gara ibu bikin aku
marah’’.
‘’Iya
memangnya kenapa?’’
‘’Apa
ini masalah kakak akan kerja di luar negeri?’’
‘’Iya’’jawab
Triana cuek.
‘’haduuuhhh....ngapain
juga kakak kerja di luar negeri, emang enak kerja disana? Belum tentu kan’’.
‘’Ngiri
ya?’’kata Triana dengan pandangan sedikit jijik pada adiknya Nina.
‘’Yeeee....siapa
yang ngiri’’. Sayup-sayup masih terdengar tangisan ibu mereka di dalam.
‘’Ibu
nangis kak’’seru Nina.
‘’Aku tahu. Ibu sejak dari tadi
nangis mulu’’.
‘’Ini
pasti kak Triana penyebabnya. Bisa ngga sih ngga bikin ibu nangis. Kak Triana
keterlaluan. Kakak ngga sayang ya sama ibu?’’. Nina memasang wajah cemberut
dengan menatap kakaknya marah, lalu ia masuk ke dalam mencari ibunya.
‘’Cih...urus
aja ibu sendiri. Mulai besok aku
ngga akan ngurus ibu yang sakit-sakitan lagi’’gumamnya setelah Nina masuk ke
dalam rumah. Senyuman seringai mulai muncul di wajahnya yang cantik., lalu
tersenyum senang ketika ia membayangkan akan hidup senang di luar negeri.
Triana
yang sudah selesai memasukan semua pakaiannya ke dalam koper dan sudah mengepak
semua barang-barangnya yang akan dibawa pada keesokan lusanya mendapat tatapan
tidak senang dari Nina.
‘’Kak
Triana jangan pergi kasihan ibu’’ujar Nina dengan wajah memelas.
‘’Aku ngga perduli. Pokoknya kalian
berdua ngga ada yang bisa nahan gue untuk tinggal disini lebih lama lagi.
Lagian ada elu yang ngejagain ibu.
Lagian kalau gue tetep disini selamanya akan jadi orang miskin. Elu tenang aja
uang bulanan akan dikirim tiap bulannya,
jadi elu ngga usah khawatir’’. Nina tambah suka dengan sikap kakaknya yang
egois lebih mementingkan dirinya sendiri.
‘’Terserah
kakak aja. Aku cape
terus-terus memohon supaya kak Triana ngga jadi pergi karena omonganku ngga akan di dengar’’.
‘’Akhirnya
kamu ngerti juga, sekarang
minggir aku
mau pergi sekarang’’. Nina menurut apa yang dikatakan kakaknya. Ia menatap
kepergian kakaknya dengan sedih. Entah kapan lagi ia akan kembali bertemu
dengan kakak satu-satunya itu. Nina menghapus air matanya yang baru akan jatuh
dari pelupuk matanya.
‘’Triana,
jangan pergi nak!’’. Triana sangat kesal melihat ibunya yang mencoba
melarangnya pergi.
‘’Ibu!’’seru
Nina.’’ Ngapain ibu keluar kamar kan ibu lagi sakit. Sebaiknya ibu kembali ke
kamar aja’’.
‘’Ngga.
Ibu ngga mau kembali ke kamar sebelum ibu dapat mencegah kepergian Triana’’.
‘’Itu
percuma bu. Kak Triana ngga bakalan ngedengerin ibu. Biarin aja kak Triana
pergi’’.
‘’Kok
kamu ngomongnya begitu sih Nina. Dia akan kakakkmu satu-satunya’’.
‘’Nina
sudah sebisa mungkin cegah kak Triana pergi, tapi usaha Nina sia-sia aja, jadi
biarin aja kakak pergi’’. Ibunya
berjalan mendekati Triana yang bersiap akan keluar rumah dengan menenteng koper
besar dan memengang lengannya. Ibunya
menatap Triana dengan wajah sedih .’’Tetaplah tinggal disini! Ibu mohon!’’.
Triana langsung menepis tangan ibunya dengan kasar dan hampir membuatnya
terjatuh kalau saja Nina tidak menahan tubuh ibunya.
‘’Kakak!’’seru
Nina marah.
‘’Apa-apaan
sih. Dengar ya bu , Triana akan tetap pergi dari sini kalau Triana tetep disini
terus kapan Triana ngga akan maju-maju selamanya akan menjadi orang miskin. Ini
salah ibu dan ayah yang tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untukku’’
sembur Triana marah.
‘’Kak
Triana jagan bicara kasar seperti itu kepada ibu nanti kualat loh’’.
‘’Masa
bodo’’dengan cuek Triana menjawabnya. Nina hanya mengeleng-gelengkan kepalanya
melihat sikap kakaknya yang jahat. Ibunya pun menangis di pelukan Nina.
‘’Sepertinya
usaha ibu yang terakhir kalinya sudah tidak bisa menahanmu pergi’’.
‘’Kalau
ibu sudah tahu jangan cegah kepergian Triana lagi’’. Triana berjalan keluar
pintu rumah tanpa memperdulikan tangisan ibu dan adiknya.
‘’Triana
anakku!’’lirih ibunya.
Baru
saja Triana menginjakkan kaki di tanah dan tanah basah oleh rintik-rintik hujab
, seorang pria muncul dihadapannya dan langsung mencengkeran tangannya.
‘’Ck..ck..ck...Coba
siapa yang datang. Satu lagi penganggu yang akan menghalangi gue pergi’’kata
Triana dengan suara tidak senang.
‘’Jangan
pergi Triana. Menikahlah denganku! Kau akan tahu kalau aku mencintaimu
Triana’’.
‘’Aku sudah bosan mendengar kamu bilang cinta ama aku dan aku ngga cinta ama kamu, jadi biarin aku pergi dan jangan ganggu hidupku lagi. Sebaiknya kamu nikahi aja Nina. Adikku itu
sudah diam-diam mencintaimu Davin’’. Otomatis wajah Nina langsung memerah
ketika Davin langsung memandangnya.
‘’Nina?
Itu ngga mungkin. Mana mungkin Nina mencintaiku’’. Triana tertawa.
‘’Kalau
ngga percaya tanya aja ama orangnya. Benarkan Nina?’’. Nina hanya diam tidak
tahu harus berkata apa. Triana memperhatikan adiknya lekat-lekat.’’ Memangnya
selama ini aku ngga
tahu kalau kalau suka ama
Davin. Jangan pikir aku
ngga tahu, tiap kali Davin datang kesini , kamu
selalu memandangnya dengan penuh cinta. Menjijikkan’’. Wajah Nina tambah merah
padam merasa malu sekaligus marah pada kakakknya yang seenaknya saja mengumbar
perasaannya pada Davin.
Triana
tersenyum sinis, lalu menatap Davin dari bawah sampai ujung kepalanya. Davin
adalah pria yang cukup tampan, bertubuh tinggi dan atletis. Rambutnya yang
sedikit gondrong menjadi nilai tambah ketampanannya. Hampir semua perempuan
yang berada disekitar komplek perumahan tempatnya tinggal menyukainya, tapi
Davin hanya menyukai dirinya. Triana begitu bangga dengan kenyataan itu. Davin
juga memiliki mata dan bibir yang cukup seksi yang dapat membuat para wanita
melakukan apa aja agar mendapatkan pelukan
dan ciuman darinya, tapi sayang Davin bukan pria kaya seandainya ia pria
kaya sudah lama ia menikahinya. Davin hanya seorang penjual makanan di dekat
perkantoran yang penghasilannya tidak seberapa.
Triana
menghela napas berat melihat kenyataan Nina juga terjerat oleh pesona Davin.
‘’Sekarang aku mau
pergi dulu. Urusi saja urusan kalian’’. Triana kembali melangkah pergi dan
Davin kembali mencengkeram lengan Triana.
‘’Maumu
apa lagi? Kalau terus-terusan begini gue bisa ketinggalan pesawat tahu’’ujar
Triana kesal. Davin menatap Triana sangat lekat, tanpa di duga oleh Triana atau
pun kedua orang yang sedang memperhatikannya di teras rumah, Davin langsung
mencium Triana. ‘’Aku cinta padamu Triana’’bisik Davin dibibir Triana, lalu
melepaskan Triana dan tidak lagi menghalangi kepergiannya lagi. Triana masuk ke
dalam taxi yang sudah menunggunya di luar pagar rumahnya masih dengan perasaan
terkejut. Triana tidak menyangka kalau Davin akan nekat menciumnya di depan ibu
dan adiknya. Jauh di lubuk hatinya Triana menyukai apa yang dilakukan Davin
tadi.
Setelah
kepergian Triana Davin terlihat begitu sedih. Ia sudah merelakan Triana pergi
dari kehidupannya. Ia tersenyum kepada Nina dan ibunya. Wajahnya merona merah
setelah ia menyadari kalau ia sudah mencium Triana di hadapan mereka berdua.
‘’Ibuuuuu!’’teriak
Nina membuat Davin terkejut dan segera menghampiri Nina yang sedang memeluk
ibunya yang pingsan.
‘’Kak
Davin, ibu kenapa? Pasti ini gara-gara kak Triana. Ibu begitu sedih dengan
kepergiannya. Ibu begitu menyayanginya, tapi kak Triana ngga perduli sama
ibu’’. Air mata Nina kembali membanjuri wajahnya.
‘’Sebaiknya
kita bawa ibumu ke rumah sakit’’. Nina pun menyetujuinya karena ia begitu panik
dan juga cemas dengan keadaan ibunya sekarang, jika terjadi sesuatu yang buruk
kepada ibunya, Nina tidak akan memaafkan kakaknya. Nina tidak akan melupakan
perbuatan kakaknya di hari hujan musim panas.
Bersambung
mba... saya baru baca lompat2. kalau buka dari hp bisa g ya? kyanya ceritanya bagus nih...
BalasHapusDr hp bisa ato liat di wattpad jg bisa nama akunnya sereluna
Hapus