Sabtu, 18 Mei 2013

Summer Rain 3


Bab 3

Sebulan telah berlalu sejak pesta musim panas berlangsung . Triana nampak begitu bahagia. Hubungannya dengan Stevano berjalan dengan baik. Berkali-kali pria itu mengajaknya kencan. Pergi ketempat-tempat yang sangat romantis dan Stevano begitu memanjakannya dan Triana sangat menyukai dan menikmati perhatian pria itu kepadanya.

Selama berhubungan dengannya Stevano adalah pria yang sangat menyenangkan dan mempunyai selera humor yang cerdas dan bisa membuat Triana merasa nyaman dan senang. Walaupun mereka berdua berpacaran secara sembunyi-sembunyi, tapi itu tidak membuat ia merasa terganggu. Bagi Triana  asal Stevano mencintai dirinya itu sudah cukup.

Ada sedikit yang menganjal di hati Triana yaitu tunangannya Stevano . Pria itu masih tidak ingin memutuskan tunagannnya itu padahal hari pernikahan mereka tinggal seminggu lagi. Triana tidak rela jika Stevano menikahi tunangannya bagaimana pun pria itu harus menjadi miliknya.  Ia akan melakukan segala cara untuk mengagalkan pernikahan mereka.

Triana akhirnya mengirim pesan kepada Stevano untuk bertemu dengannya besok siang untuk membicarakan hubungan mereka lebih serius lagi. Triana tidak ingin menjadi wanita simpanan Stevano selamanya. Ia ingin pria itu menikahinya secara resmi.

‘’Hayoooo, sedang bengong apa lagi’’kata Feby membuat Triana terkejut.

‘’Ternyata kamu bikin aku kaget aja’’. Triana merasa kesal.

‘’Kalau lagi kerja jangan kebanyakan bengong, kerjaanmu jadi ngga selesai-selesai’’.

‘’Iya iya aku tahu. Tenang pekerjaanku pasti beres’’.

‘’Lagi bertengkar ama pacar kamu ya? Kapan kamu mau ngenalin pacarmu itu’’.

‘’Aku ngga bertengkar kok. Iya ntar aku kenalin, tapi tidak sekarang-sekarang ini belum ada waktu yang tepat’’.

‘’Huuuhh...dasar. Kayaknya kamu ngga rela ngenalin pacar kamu, takut aku ngerebut pacarmu yang tampan itu ya’’ canda Feby.

‘’Bukan begitu. Pasti ntar aku kenalin kok’’.

‘’Iya ya. Jangan cemberut gitu dong. Hari minggu besok  kamu ada acara ngga?’’.

‘’Memangnnya kenapa?’’

‘’Aku mau ngajakin kamu ke rumah sahabatku. Dia ngundang kita berdua makan siang di rumahnya .  Aku ngasih tahu soal kamu ke dia waktu aku ketemu di pesta musim panas satu bulan yang lalu. Sebenernya pesta musim panas itu adalah pesta sahabatku. Namanya Celine . Dia wanita yang sangat baik dan bentar lagi dia akan nikah minggu depan. Kamu ngga nyesel deh temenan ama dia. Orangnya asik. Gimana?’’

 ‘’Bener nih ngga apa-apa kalo aku ikut hadir disana’’.

‘’Iya ngga apa-apalah orangnya sendiri yang ngundang. Kan dia ngga punya nomor telepon kamy jadi ngundangnya melalui aku’’.

‘’Oke . Aku ikut kayaknya aku ngga punya acara daripada bengong sendirian di apartemen. Soalnya pacarku juga besok mau ada acara, jadi aku ngga bisa ketemu besok’’.

‘’Nah gitu dong’’.

Sabtu pagi Triana menunggu Stevano di sebuah taman kota yang saat itu masih terlihat sepi. Triana sedang asik memainkan ponselnya karena merasa bosan menunggu pria itu datang. Triana terlalu cepat datang karena ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan pria itu. Berkali-kali Triana melihat jam tangannya dengan tidak sabar. Hatinya merasa lega ketika di lihatnya Stevano berjalan mendekatinya. Hari ini penampilannya sangat rapi dan keren dengan pakaian kasual yang dikenakannya. Senyumannya mengembang di wajahnya yang super keren membuat Triana lebih tidak rela melepaskan pria itu.

‘’Hai!’’sapa Triana dengan senyuman manis dan pria itu membalas senyuman Triana.

‘’Apa aku datang terlambat?’’

‘’Tidak. Kau datang tepat waktu’’. Stevano duduk di samping Triana dan langsung mengenggam tangannya, lalu mencium jari-jarinya. Hari sabtu dan Minggu memang sudah menjadi kebiasaan untuk mereka berdua untuk saling bertemu . Selama seminggu ini Triana selalu menanti-nantikan pertemuannya dengan Stevano dan menunggu hari sabtu terasa begitu lama baginya. Ia ingin setiap hari adalah hari sabtu dan minggu dengan begitu ia dapat bertemu dengan Stevano setiap hari.

‘’Sayang, kita pergi kemana sekarang?’’

‘’Terserah kau saja’’Triana menjawabnya dengan santai padahal hatinya sedang kesal karena pria itu tidak mau juga memutuskan tunangannya.

Stevano menarik Triana berdiri dan mereka berdua berjalan sambil bergandengan tangan. Sebuah mobil sedan yang sangat mewah berwarna hitam terpakir dengan anggun disalah satu sisi jalan taman. Keduanya masuk. Triana duduk disebelah Stevano dalam mobil sedannya yang melaju menuju arah selatan. Stevano mengemudikan mobil sedannya dengan lincah dan ahli. Suara musik mengalun lembut membuat Triana mengantuk dan akhirnya membuatnya terlelap tidur.

Tidak berapa lama mobil yang dikemudikan Stevano berhenti di depan pintu masuk Gorky Park yang merupakan taman bermain terkenal di Rusia, lalu ia memarkirkan mobilnya. Sebuah kecupan di pipi membuat Triana terbangun.

‘’Tidurmu sangat nyenyak’’. Triana segera duduk tegak dan merapikan diri.

‘’Pasti aku sangat jelek waktu tidur tadi’’.

‘’Tidak juga. Kau terlihat sangat manis’’. Wajah Triana langsung merona merah. Mata Triana bergerak kesana kamari melihat tempat yang tidak dikenalinya.

‘’Kita ada dimana?’’

‘’Di Gorky Park. Ini tempat yang sangat menyenangkan. Kau belum pernah datang kesini kan?’’
‘’Belum pernah’’. Stevano melepaskan sabuk pengamannya, lalu turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Triana. Gadis itu menyambut uluran tangan Stevano untuk membantunya turun dari mobil. Triana takjub dan sangat terkesan dengan taman bermain yang baru pertama kali didatanginya. Ia menoleh ke arah Stevano dan pria itu didapatinya sedang mengumbar senyum kepadanya.

Di dalam taman bermain, Stevano mengajak Triana berperahu  berdua. Selama menjadi pacar Stevano, Triana di perlakukan seperti seorang putri dan dimanja. Itulah yang membuat Triana semakin suka dengan pria itu. Sudah tampan baik lagi dan yang terpenting pria itu tidak pelit. Stevano tahu bagaimana membuat Triana merasa nyaman disisinya  dan dia juga sering bercerita hal-hal lucu yang membuatnya tertawa. Secara keseluruhan Stevano adalah pria yang sangat menyenangkan.

Setelah berperahu Stevano mengajaknya untuk menaiki rollercoaster. Triana begitu gembira sehingga ia sejenak ia dapat melupakan kekesalannya pada pria itu. Ia begitu menikmati berbagai macam wahana yang ada disana. Pada saat makan siang Stevano mengajaknya ke sebuah cafe yang cukup mewah.

Hidangan appetizer pun segera disajikan. Setelah itu main menu dan dessert yang nampak menggoda di mata Triana. Apa lagi disaat ia sedang kelaparan seperti ini. Makanan Eropa yang disajikan di depannya matanya benar-benar sangat lezat dan Triana menghabiskannya tanpa bersisa sedikit pun.

‘’Napsu makanmu besar sekali’’ujar Stevano membuat wajah Triana kembali merona.

‘’Itu karena aku sedang sangat lapar. Biasanya aku tidak makan sebanyak ini’’.

‘’Mau tambah lagi?’’

‘’Tidak. Ini sudah cukup. Perutku sudah kenyang’’.

‘’Meskipun tubuhmu gendut, kau tetap cantik. Jadi makanlah yang banyak’’.

‘’Memangnya kau mau dengan wanita gendut?’’sungut Triana.

‘’Tentu saja. Asal wanita itu adalah kamu’’ucap Stevano dengan senyumannya yang menawan dan matanya yang berbinar dengan penuh kelembutan membuat Triana merasa melayang-layang seolah-olah tercabut dari dunianya.

Triana sungguh menikmati perhatian dan kasih sayang dari Stevano. Tidak ada salahnya kan bila ia ingin mempertahankan pria itu disisinya. Sejak ia bertemu dan mengenal pria itu, hidup Triana menjadi penuh warna. Ia tidak ingin melihat lagi ke belakang. Ia ingin terus maju menggapai keinginan terbesarnya yaitu menjadi wanita kaya dan menikahi pria tampan seperti Stevano. Sekelebat bayangan keluarganya di Jakarta muncul dibenaknya. Sudah lama ia tidak mendengar kabar dari keluarganya di Jakarta sejak dia kabur dari rumah. Triana tidak tahu lagi kabar tentang mereka dan Triana pun tidak mau tahu lagi tentang mereka. Ia merasa malu jika ia harus memperkenalkan keluarganya kepada Stevano. Triana sudah menganggap mereka tidak ada.

Setelah selesai makan siang mereka naik roda ferris. Dari sana Triana dapat melihat Gorky Park dari atas. Triana sibuk sendiri melihat pemandangan di luar jendela. Sesaat Stevano dilupakannya. Triana yang sudah kembali duduk dengan tenang memperhatikan pria tampan dihadapannya yang sedang menerawang jauh ke luar jendela. Inilah tiba saatnya ia akan berbicara serius dengan Stevano mengenai hubungan mereka.

‘’Aku ingin kau putus dengan tunanganmu itu. Aku tidak rela jika harus menjadi wanita simpanmu’’. Stevano langsung menatap tajam Triana. ‘’Sekarang kau harus memilih. Aku atau tunaganmu?’’

‘’Triana, sudah berapa kali kita membicarakan ini. Aku tidak bisa menolak pernikahan ini’’.

‘’Tapi kau tidak mencintai calon istrimu’’.

‘’Itu benar. Karena aku mencintaimu’’.

‘’Kalau begitu tinggalkan dia dan kita menikah’’.

‘’Tidak sesederhana itu. Keluarga mereka sudah sangat baik kepadaku dan aku tidak bisa meninggalkan calon istriku sekarang. Dia sakit dan hidupnya tidak akan lama lagi. Aku ingin sedikit memberikan kebahagiaan kepadanya’’.

‘’Sakit? Dia sakit apa?’’

‘’Leukimia. Aku baru saja diberitahu olehnya seminggu yang lalu saat aku datang menemuinya di rumah. Dia bilang  hidupnya tidak akan lama lagi dan memohon kepadaku supaya tidak membatalkan pernikahan ini’’.

‘’Dan kau tidak jadi membatalkan pernikahanmu itu’’.

‘’Iya. Aku memutuskan untuk tetap menikah dengannya dan aku ingin kau tetap menungguku sampai tiba saatnya kita bersatu’’.

Triana sangat kesal marah.’’Berapa lama aku harus menunggumu?’’

‘’Aku tidak tahu, tapi percayalah setelah urusanku semuanya selesai. Aku akan kembali kepadamu karena kamulah wanita yang aku cintai’’. Triana menghembuskan napas berat. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Jalan satu-satunya adalah menemui tunangan Stevano dan berbicara kepadanya. Ia tidak boleh seenaknya memaksa Stevano menikah dengannya, tapi ia tidak tahu dimana tunangan pria itu tinggal karena Stevano jarang membicarakannya.

‘’Mulai besok. Dan seterusnya kita jangan dulu bertemu sampai aku menikah nanti’’. Dilihatnya Triana yang sedang marah. Saat Stevano menyentuh lengannya Triana langsung menepis. ‘’Triana maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu atau pun membuatmu sedih’’.

Triana hanya diam. Ia ingin sekali menangis disini , tapi saat ini ia tidak ingin menangis dihadapannya. Rasanya ia ingin sekali memukul Stevano saat ini juga, tapi niatnya itu ia batalkan karena itu akan membuang tenaganya saja.

Selama perjalanan pulang mereka tidak bicara sedikit pun. Triana merasa sangat marah pada Stevano. Berani-beraninya dia memutuskan dirinya secara sepihak.Itu tidak adil namanya. Triana langsung keluar dari mobil begitu saja menuju apartemennya tanpa mengatakan apa pun lagi.

Celine begitu senang ketika Feby datang ke rumahnya pada keesokan harinya. Triana merasa takjub melihat Celine yang begitu cantik dan menurut pandangan Triana Celine terlihat begitu rapuh dan lembut. Ia juga merasa takjub melihat rumah Celine yang seperti istana. Triana berharap suatu hari nanti ia akan memiliki rumah seperti yang Celine tinggali.

‘’Kenalkan ini temenku. Triana’’.

‘’Halo! Aku Celine ‘’

‘’Triana’’. Mereka berdua bersalaman. Triana memperhatikan Celine dari bawah ke atas. Dia begitu anggun dan tubuhnya di balut oleh pakaian mahal dan juga perhiasan mahal. Enak banget bisa hidup mewah kayak Celine. Triana berharap kalau ia bisa berada di posisi Celine sekarang. Rasanya ia ingin sekali bertukar nasib dengannya. Tentu saja yang jelas sekarang hatinya merasa iri dengan kehidupan Celine yang serba mewah.

Celine mengajak Febi dan Triana berkeliling rumahnya yang besar. Selama tur itu Triana ingin sekali bisa tinggal di di rumah sebesar ini. Ia membayangkan kalau ia adalah pemilik tunggal rumah ini pasti akan sangat menyenangkan. Kemudian mereka duduk-duduk di halaman belakang  yang sangat luas dan juga indah karena banyak ditumbuhi oleh berbagai macam bunga. Tentu saja bunga-bunga yang harganya sangat mahal.

Para pelayan menghidang teh dan beberapa kue sebelum acara makan siang di mulai.’’Ayo silahkan dimakan!’’

Triana mengambil kue pai daging yang sejak disajikan begitu mengundang seleranya dan ternyata kue pai itu benar-benar sangat lezat. ‘’Kau senang tinggal disini?’’tanya Celine pada Triana.’’Feby bilang, kamu baru tinggal di moskow dua bulan’’.

‘’Itu benar. Aku tinggal disini sudah sdua bulan dan aku sangat senang tinggal disini’’.

‘’Itu bagus’’.

‘’Tentu saja Triana senang karena dia sudah menemukan cintanya disini dan pacarnya sangat tampan’’celetuk Feby.

‘’Oh ya. Kau beruntung sekali, tapi tentu saja tunanganku lebih tampan lagi’’canda Celine.’’Oh ya terima kasih sudah mau datang’’. Celine tersenyum ramah.

‘’Seharusnya aku yang berterima kasih sudah mengundangku kemari’’ujar Triana.

‘’Anggap saja ini rumahmu sendiri. Kamu boleh main kesini lagi. Pintu rumah selalu terbuka untukmu’’.

‘’Terima kasih’’.

‘’Oh ya mana tunanganmu. Kok belum kelihatan batang hidungnya’’ujar Feby sambil melihat kesana kamari.

‘’Bentar lagi datang kok. Lagi di jalan’’.

Apa yang dikatakan Feby benar adanya, Celine memang wanita yang ramah juga baik. Senang juga bisa berteman dengannya itu akan banyak menguntungkan dirinya. Celine bisa membawanya kepada pergaulan orang-orang kaya dan berkelas. Triana tersenyum di dalam hati.

Seorang pelayan  menghampiri Celine dan mengatakan kalau tunangannya sudah tiba dan Celine pun mengajak kami berdua pergi menemuinya di ruang depan.

‘’Pasti kau akan pingsan melihat tunangan Celine. Dia begitu tampan’’bisik Feby pada Triana.

‘’Benarkah? Aku jadi penasaran seperti apa tampangnya’’.

Mereka bertiga tiba di ruang depan. Sesosok pria tinggi sedang berdiri di depan jendela. Pria itu menoleh ketika terdengar suara-suara langkah kaki. Triana begitu terkejut melihat Stevano berada disana juga sebaliknya pria itu terlihat sangat terkejut, tapi Stevano berusaha untuk menutupi rasa terkejutnya dan berpura-pura tidak mengenal Triana. Begitu pun dengan Triana.

‘’Kenalkan ini teman-temanku. Feby dan Triana’’.

‘’Halo!’’sapa Stevano.

Dengan enggan Triana mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Stevano meskipun hatinya sedih, terluka, marah melihat Stevano bersama Celine yang tidak lain adalah tunangannya.

Tanpa berkata apa pun lagi mereka kemudian menuju ruang makan. Makanan lezat sudah dihidangkan di meja dan mereka duduk dikursi masing-masing bersiap untuk santap makan siang. Feby begitu senang melihat makanan yang ada di depan matanya dan Triana sudah tidak berselera lagi untuk makan meskipun makanannya sangat lezat.

‘’Kita akan menunggu papaku datang. Dia sedang menuju kesini’’.

Sambil menunggu kedatangan ayahnya Celine , mereka berbicara satu sama lain. Triana cemburu melihat Celine bersikap mesra pada Stevano. Hatinya sangat dongkol. Ia tahu pria itu diam-diam mencuri pandang kepadanya dengan ekspresi wajah memohon maaf kepadanya.

‘’Selamat siang semuanya!’’sapa seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu. Seorang pria berkulit coklat dan rambut sudah beruban hampir memenuhi kepalanya tersenyum senang kepada para tamunya.

‘’Papa’’. Celine memeluk ayahnya.’’Kenalkan ini papaku’’.

‘’Halo!’’sapa Feby dan Triana secara bersamaan’’.

‘’Ini Triana dan ini Feby. Mereka adalah temanku’’.

‘’Senang berkenalan dengan kalian’’kata pria tersebut dengan senyuman ramahnya.

‘’Saya juga ‘’jawab Feby. Triana kelihatan tidak senang dengan kehadiran pria tersebut. Tubuhnya sedikit gemetar dan rasa kecewa dan marah terbayang jelas di sorot matanya, tapi mereka semua tidak menyadari perubahan ekspersi wajahnya.

Makan siang akhirnya dimulai. Semuanya menikmati makananan yang disajikan kecuali Triana. Rasa laparnya sudah menghilang sejak ia bertemu dengan Stevano ditambah kehadiran pria paruh baya di depannya sekarang. Sesekali Triana mencuri pandang ke arah pria itu.  Triana begitu iri melihat kedekatan Celine dengan papanya. Hatinya tidak bisa menerima itu. Kemarahan semakin mengelagak dihatinya sampai terasa sesak. Triana ingin sekali segera keluar dan menghirup udara segar.Ia sudah tidak tahan bersama dengan mereka lagi.

Triana akhirnya keluar dari ruang makan yang diikuti oleh tatapan bingung oleh pemilik rumah dan juga temannya. Feby pun menyusul Triana keluar setelah berpamitan. Feby menemukan Triana berada di depan teras rumah berusaha untuk menenangkan diri.

‘’Kamu kenapa sih? Tiba-tiba pergi begitu aja. Ngga sopan’’.

‘’Biarin aja. Aku sudah ngga tahan berlama-lama dengan mereka berada dalam satu ruangan’’.

‘’Memangnya kenapa?’’

‘’Aku merasa marah ama mereka semua. Aku benci’’.

‘’Iya tapi kenapa?’’

‘’Kamu tahu ngga. Papanya Celine adalah papaku juga dan tunangan Celine adalah pacarku’’.
Feby hanya terbelalak terkejut mendengar pengakuan Triana yang tidak disangka-sangka.

4 komentar:

silahkan tinggalkan komen ya, saran ato kritik , sapa, salam, banyak ato sedikit ngga apa2 ....terima kasih ^0^