Bab 3
Sebulan telah berlalu sejak pesta musim
panas berlangsung . Triana nampak begitu bahagia. Hubungannya dengan Stevano
berjalan dengan baik. Berkali-kali pria itu mengajaknya kencan. Pergi
ketempat-tempat yang sangat romantis dan Stevano begitu memanjakannya dan
Triana sangat menyukai dan menikmati perhatian pria itu kepadanya.
Selama berhubungan dengannya Stevano
adalah pria yang sangat menyenangkan dan mempunyai selera humor yang cerdas dan
bisa membuat Triana merasa nyaman dan senang. Walaupun mereka berdua berpacaran
secara sembunyi-sembunyi, tapi itu tidak membuat ia merasa terganggu. Bagi
Triana asal Stevano mencintai dirinya
itu sudah cukup.
Ada sedikit yang menganjal di hati Triana
yaitu tunangannya Stevano . Pria itu masih tidak ingin memutuskan tunagannnya
itu padahal hari pernikahan mereka tinggal seminggu lagi. Triana tidak rela
jika Stevano menikahi tunangannya bagaimana pun pria itu harus menjadi
miliknya. Ia akan melakukan segala cara
untuk mengagalkan pernikahan mereka.
Triana akhirnya mengirim pesan kepada
Stevano untuk bertemu dengannya besok siang untuk membicarakan hubungan mereka
lebih serius lagi. Triana tidak ingin menjadi wanita simpanan Stevano
selamanya. Ia ingin pria itu menikahinya secara resmi.
‘’Hayoooo, sedang bengong apa lagi’’kata
Feby membuat Triana terkejut.
‘’Ternyata kamu bikin aku kaget aja’’.
Triana merasa kesal.
‘’Kalau lagi kerja jangan kebanyakan bengong,
kerjaanmu jadi ngga selesai-selesai’’.
‘’Iya iya aku tahu. Tenang pekerjaanku
pasti beres’’.
‘’Lagi bertengkar ama pacar kamu ya? Kapan
kamu mau ngenalin pacarmu itu’’.
‘’Aku ngga bertengkar kok. Iya ntar aku
kenalin, tapi tidak sekarang-sekarang ini belum ada waktu yang tepat’’.
‘’Huuuhh...dasar. Kayaknya kamu ngga rela ngenalin
pacar kamu, takut aku ngerebut pacarmu yang tampan itu ya’’ canda Feby.
‘’Bukan begitu. Pasti ntar aku kenalin
kok’’.
‘’Iya ya. Jangan cemberut gitu dong. Hari
minggu besok kamu ada acara ngga?’’.
‘’Memangnnya kenapa?’’
‘’Aku mau ngajakin kamu ke rumah
sahabatku. Dia ngundang kita berdua makan siang di rumahnya . Aku ngasih tahu soal kamu ke dia waktu aku
ketemu di pesta musim panas satu bulan yang lalu. Sebenernya pesta musim panas itu
adalah pesta sahabatku. Namanya Celine . Dia wanita yang sangat baik dan bentar
lagi dia akan nikah minggu depan. Kamu ngga nyesel deh temenan ama dia.
Orangnya asik. Gimana?’’
‘’Bener
nih ngga apa-apa kalo aku ikut hadir disana’’.
‘’Iya ngga apa-apalah orangnya sendiri
yang ngundang. Kan dia ngga punya nomor telepon kamy jadi ngundangnya melalui
aku’’.
‘’Oke . Aku ikut kayaknya aku ngga punya
acara daripada bengong sendirian di apartemen. Soalnya pacarku juga besok mau
ada acara, jadi aku ngga bisa ketemu besok’’.
‘’Nah gitu dong’’.
Sabtu pagi Triana menunggu Stevano di
sebuah taman kota yang saat itu masih terlihat sepi. Triana sedang asik
memainkan ponselnya karena merasa bosan menunggu pria itu datang. Triana
terlalu cepat datang karena ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan pria itu.
Berkali-kali Triana melihat jam tangannya dengan tidak sabar. Hatinya merasa
lega ketika di lihatnya Stevano berjalan mendekatinya. Hari ini penampilannya
sangat rapi dan keren dengan pakaian kasual yang dikenakannya. Senyumannya
mengembang di wajahnya yang super keren membuat Triana lebih tidak rela
melepaskan pria itu.
‘’Hai!’’sapa Triana dengan senyuman manis
dan pria itu membalas senyuman Triana.
‘’Apa aku datang terlambat?’’
‘’Tidak. Kau datang tepat waktu’’. Stevano
duduk di samping Triana dan langsung mengenggam tangannya, lalu mencium
jari-jarinya. Hari sabtu dan Minggu memang sudah menjadi kebiasaan untuk mereka
berdua untuk saling bertemu . Selama seminggu ini Triana selalu menanti-nantikan
pertemuannya dengan Stevano dan menunggu hari sabtu terasa begitu lama baginya.
Ia ingin setiap hari adalah hari sabtu dan minggu dengan begitu ia dapat
bertemu dengan Stevano setiap hari.
‘’Sayang, kita pergi kemana sekarang?’’
‘’Terserah kau saja’’Triana menjawabnya
dengan santai padahal hatinya sedang kesal karena pria itu tidak mau juga
memutuskan tunangannya.
Stevano menarik Triana berdiri dan mereka
berdua berjalan sambil bergandengan tangan. Sebuah mobil sedan yang sangat
mewah berwarna hitam terpakir dengan anggun disalah satu sisi jalan taman.
Keduanya masuk. Triana duduk disebelah Stevano dalam mobil sedannya yang melaju
menuju arah selatan. Stevano mengemudikan mobil sedannya dengan lincah dan
ahli. Suara musik mengalun lembut membuat Triana mengantuk dan akhirnya
membuatnya terlelap tidur.
Tidak berapa lama mobil yang dikemudikan
Stevano berhenti di depan pintu masuk Gorky Park yang merupakan taman bermain
terkenal di Rusia, lalu ia memarkirkan mobilnya. Sebuah kecupan di pipi membuat
Triana terbangun.
‘’Tidurmu sangat nyenyak’’. Triana segera
duduk tegak dan merapikan diri.
‘’Pasti aku sangat jelek waktu tidur
tadi’’.
‘’Tidak juga. Kau terlihat sangat manis’’.
Wajah Triana langsung merona merah. Mata Triana bergerak kesana kamari melihat
tempat yang tidak dikenalinya.
‘’Kita ada dimana?’’
‘’Di Gorky Park. Ini tempat yang sangat
menyenangkan. Kau belum pernah datang kesini kan?’’
‘’Belum pernah’’. Stevano melepaskan sabuk
pengamannya, lalu turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Triana. Gadis
itu menyambut uluran tangan Stevano untuk membantunya turun dari mobil. Triana
takjub dan sangat terkesan dengan taman bermain yang baru pertama kali
didatanginya. Ia menoleh ke arah Stevano dan pria itu didapatinya sedang
mengumbar senyum kepadanya.
Di dalam taman bermain, Stevano mengajak
Triana berperahu berdua. Selama menjadi
pacar Stevano, Triana di perlakukan seperti seorang putri dan dimanja. Itulah
yang membuat Triana semakin suka dengan pria itu. Sudah tampan baik lagi dan yang
terpenting pria itu tidak pelit. Stevano tahu bagaimana membuat Triana merasa
nyaman disisinya dan dia juga sering
bercerita hal-hal lucu yang membuatnya tertawa. Secara keseluruhan Stevano
adalah pria yang sangat menyenangkan.
Setelah berperahu Stevano mengajaknya untuk
menaiki rollercoaster. Triana begitu gembira sehingga ia sejenak ia dapat
melupakan kekesalannya pada pria itu. Ia begitu menikmati berbagai macam wahana
yang ada disana. Pada saat makan siang Stevano mengajaknya ke sebuah cafe yang
cukup mewah.
Hidangan appetizer pun segera disajikan.
Setelah itu main menu dan dessert yang nampak menggoda di mata Triana. Apa lagi
disaat ia sedang kelaparan seperti ini. Makanan Eropa yang disajikan di
depannya matanya benar-benar sangat lezat dan Triana menghabiskannya tanpa
bersisa sedikit pun.
‘’Napsu makanmu besar sekali’’ujar Stevano
membuat wajah Triana kembali merona.
‘’Itu karena aku sedang sangat lapar.
Biasanya aku tidak makan sebanyak ini’’.
‘’Mau tambah lagi?’’
‘’Tidak. Ini sudah cukup. Perutku sudah
kenyang’’.
‘’Meskipun tubuhmu gendut, kau tetap
cantik. Jadi makanlah yang banyak’’.
‘’Memangnya kau mau dengan wanita
gendut?’’sungut Triana.
‘’Tentu saja. Asal wanita itu adalah
kamu’’ucap Stevano dengan senyumannya yang menawan dan matanya yang berbinar
dengan penuh kelembutan membuat Triana merasa melayang-layang seolah-olah
tercabut dari dunianya.
Triana sungguh menikmati perhatian dan
kasih sayang dari Stevano. Tidak ada salahnya kan bila ia ingin mempertahankan
pria itu disisinya. Sejak ia bertemu dan mengenal pria itu, hidup Triana
menjadi penuh warna. Ia tidak ingin melihat lagi ke belakang. Ia ingin terus
maju menggapai keinginan terbesarnya yaitu menjadi wanita kaya dan menikahi
pria tampan seperti Stevano. Sekelebat bayangan keluarganya di Jakarta muncul dibenaknya.
Sudah lama ia tidak mendengar kabar dari keluarganya di Jakarta sejak dia kabur
dari rumah. Triana tidak tahu lagi kabar tentang mereka dan Triana pun tidak
mau tahu lagi tentang mereka. Ia merasa malu jika ia harus memperkenalkan
keluarganya kepada Stevano. Triana sudah menganggap mereka tidak ada.
Setelah selesai makan siang mereka naik
roda ferris. Dari sana Triana dapat melihat Gorky Park dari atas. Triana sibuk
sendiri melihat pemandangan di luar jendela. Sesaat Stevano dilupakannya. Triana
yang sudah kembali duduk dengan tenang memperhatikan pria tampan dihadapannya
yang sedang menerawang jauh ke luar jendela. Inilah tiba saatnya ia akan
berbicara serius dengan Stevano mengenai hubungan mereka.
‘’Aku ingin kau putus dengan tunanganmu
itu. Aku tidak rela jika harus menjadi wanita simpanmu’’. Stevano langsung
menatap tajam Triana. ‘’Sekarang kau harus memilih. Aku atau tunaganmu?’’
‘’Triana, sudah berapa kali kita
membicarakan ini. Aku tidak bisa menolak pernikahan ini’’.
‘’Tapi kau tidak mencintai calon
istrimu’’.
‘’Itu benar. Karena aku mencintaimu’’.
‘’Kalau begitu tinggalkan dia dan kita
menikah’’.
‘’Tidak sesederhana itu. Keluarga mereka
sudah sangat baik kepadaku dan aku tidak bisa meninggalkan calon istriku
sekarang. Dia sakit dan hidupnya tidak akan lama lagi. Aku ingin sedikit
memberikan kebahagiaan kepadanya’’.
‘’Sakit? Dia sakit apa?’’
‘’Leukimia. Aku baru saja diberitahu
olehnya seminggu yang lalu saat aku datang menemuinya di rumah. Dia bilang hidupnya tidak akan lama lagi dan memohon
kepadaku supaya tidak membatalkan pernikahan ini’’.
‘’Dan kau tidak jadi membatalkan
pernikahanmu itu’’.
‘’Iya. Aku memutuskan untuk tetap menikah
dengannya dan aku ingin kau tetap menungguku sampai tiba saatnya kita
bersatu’’.
Triana sangat kesal marah.’’Berapa lama
aku harus menunggumu?’’
‘’Aku tidak tahu, tapi percayalah setelah
urusanku semuanya selesai. Aku akan kembali kepadamu karena kamulah wanita yang
aku cintai’’. Triana menghembuskan napas berat. Ia tidak tahu harus berkata apa
lagi. Jalan satu-satunya adalah menemui tunangan Stevano dan berbicara
kepadanya. Ia tidak boleh seenaknya memaksa Stevano menikah dengannya, tapi ia
tidak tahu dimana tunangan pria itu tinggal karena Stevano jarang
membicarakannya.
‘’Mulai besok. Dan seterusnya kita jangan
dulu bertemu sampai aku menikah nanti’’. Dilihatnya Triana yang sedang marah.
Saat Stevano menyentuh lengannya Triana langsung menepis. ‘’Triana maafkan aku.
Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu atau pun membuatmu sedih’’.
Triana hanya diam. Ia ingin sekali
menangis disini , tapi saat ini ia tidak ingin menangis dihadapannya. Rasanya
ia ingin sekali memukul Stevano saat ini juga, tapi niatnya itu ia batalkan
karena itu akan membuang tenaganya saja.
Selama perjalanan pulang mereka tidak
bicara sedikit pun. Triana merasa sangat marah pada Stevano. Berani-beraninya
dia memutuskan dirinya secara sepihak.Itu tidak adil namanya. Triana langsung
keluar dari mobil begitu saja menuju apartemennya tanpa mengatakan apa pun
lagi.
Celine begitu senang ketika Feby datang ke
rumahnya pada keesokan harinya. Triana merasa takjub melihat Celine yang begitu
cantik dan menurut pandangan Triana Celine terlihat begitu rapuh dan lembut. Ia
juga merasa takjub melihat rumah Celine yang seperti istana. Triana berharap
suatu hari nanti ia akan memiliki rumah seperti yang Celine tinggali.
‘’Kenalkan ini temenku. Triana’’.
‘’Halo! Aku Celine ‘’
‘’Triana’’. Mereka berdua bersalaman.
Triana memperhatikan Celine dari bawah ke atas. Dia begitu anggun dan tubuhnya
di balut oleh pakaian mahal dan juga perhiasan mahal. Enak banget bisa hidup
mewah kayak Celine. Triana berharap kalau ia bisa berada di posisi Celine
sekarang. Rasanya ia ingin sekali bertukar nasib dengannya. Tentu saja yang
jelas sekarang hatinya merasa iri dengan kehidupan Celine yang serba mewah.
Celine mengajak Febi dan Triana
berkeliling rumahnya yang besar. Selama tur itu Triana ingin sekali bisa
tinggal di di rumah sebesar ini. Ia membayangkan kalau ia adalah pemilik
tunggal rumah ini pasti akan sangat menyenangkan. Kemudian mereka duduk-duduk
di halaman belakang yang sangat luas dan
juga indah karena banyak ditumbuhi oleh berbagai macam bunga. Tentu saja
bunga-bunga yang harganya sangat mahal.
Para pelayan menghidang teh dan beberapa
kue sebelum acara makan siang di mulai.’’Ayo silahkan dimakan!’’
Triana mengambil kue pai daging yang sejak
disajikan begitu mengundang seleranya dan ternyata kue pai itu benar-benar
sangat lezat. ‘’Kau senang tinggal disini?’’tanya Celine pada Triana.’’Feby
bilang, kamu baru tinggal di moskow dua bulan’’.
‘’Itu benar. Aku tinggal disini sudah sdua
bulan dan aku sangat senang tinggal disini’’.
‘’Itu bagus’’.
‘’Tentu saja Triana senang karena dia
sudah menemukan cintanya disini dan pacarnya sangat tampan’’celetuk Feby.
‘’Oh ya. Kau beruntung sekali, tapi tentu
saja tunanganku lebih tampan lagi’’canda Celine.’’Oh ya terima kasih sudah mau
datang’’. Celine tersenyum ramah.
‘’Seharusnya aku yang berterima kasih
sudah mengundangku kemari’’ujar Triana.
‘’Anggap saja ini rumahmu sendiri. Kamu
boleh main kesini lagi. Pintu rumah selalu terbuka untukmu’’.
‘’Terima kasih’’.
‘’Oh ya mana tunanganmu. Kok belum kelihatan
batang hidungnya’’ujar Feby sambil melihat kesana kamari.
‘’Bentar lagi datang kok. Lagi di jalan’’.
Apa yang dikatakan Feby benar adanya,
Celine memang wanita yang ramah juga baik. Senang juga bisa berteman dengannya
itu akan banyak menguntungkan dirinya. Celine bisa membawanya kepada pergaulan
orang-orang kaya dan berkelas. Triana tersenyum di dalam hati.
Seorang pelayan menghampiri Celine dan mengatakan kalau
tunangannya sudah tiba dan Celine pun mengajak kami berdua pergi menemuinya di
ruang depan.
‘’Pasti kau akan pingsan melihat tunangan
Celine. Dia begitu tampan’’bisik Feby pada Triana.
‘’Benarkah? Aku jadi penasaran seperti apa
tampangnya’’.
Mereka bertiga tiba di ruang depan.
Sesosok pria tinggi sedang berdiri di depan jendela. Pria itu menoleh ketika
terdengar suara-suara langkah kaki. Triana begitu terkejut melihat Stevano
berada disana juga sebaliknya pria itu terlihat sangat terkejut, tapi Stevano
berusaha untuk menutupi rasa terkejutnya dan berpura-pura tidak mengenal
Triana. Begitu pun dengan Triana.
‘’Kenalkan ini teman-temanku. Feby dan
Triana’’.
‘’Halo!’’sapa Stevano.
Dengan enggan Triana mengulurkan tangannya
untuk bersalaman dengan Stevano meskipun hatinya sedih, terluka, marah melihat
Stevano bersama Celine yang tidak lain adalah tunangannya.
Tanpa berkata apa pun lagi mereka kemudian
menuju ruang makan. Makanan lezat sudah dihidangkan di meja dan mereka duduk
dikursi masing-masing bersiap untuk santap makan siang. Feby begitu senang
melihat makanan yang ada di depan matanya dan Triana sudah tidak berselera lagi
untuk makan meskipun makanannya sangat lezat.
‘’Kita akan menunggu papaku datang. Dia
sedang menuju kesini’’.
Sambil menunggu kedatangan ayahnya Celine ,
mereka berbicara satu sama lain. Triana cemburu melihat Celine bersikap mesra
pada Stevano. Hatinya sangat dongkol. Ia tahu pria itu diam-diam mencuri
pandang kepadanya dengan ekspresi wajah memohon maaf kepadanya.
‘’Selamat siang semuanya!’’sapa seseorang
yang baru saja muncul dari balik pintu. Seorang pria berkulit coklat dan rambut
sudah beruban hampir memenuhi kepalanya tersenyum senang kepada para tamunya.
‘’Papa’’. Celine memeluk
ayahnya.’’Kenalkan ini papaku’’.
‘’Halo!’’sapa Feby dan Triana secara
bersamaan’’.
‘’Ini Triana dan ini Feby. Mereka adalah
temanku’’.
‘’Senang berkenalan dengan kalian’’kata
pria tersebut dengan senyuman ramahnya.
‘’Saya juga ‘’jawab Feby. Triana kelihatan
tidak senang dengan kehadiran pria tersebut. Tubuhnya sedikit gemetar dan rasa
kecewa dan marah terbayang jelas di sorot matanya, tapi mereka semua tidak
menyadari perubahan ekspersi wajahnya.
Makan siang akhirnya dimulai. Semuanya
menikmati makananan yang disajikan kecuali Triana. Rasa laparnya sudah
menghilang sejak ia bertemu dengan Stevano ditambah kehadiran pria paruh baya
di depannya sekarang. Sesekali Triana mencuri pandang ke arah pria itu. Triana begitu iri melihat kedekatan Celine
dengan papanya. Hatinya tidak bisa menerima itu. Kemarahan semakin mengelagak
dihatinya sampai terasa sesak. Triana ingin sekali segera keluar dan menghirup
udara segar.Ia sudah tidak tahan bersama dengan mereka lagi.
Triana akhirnya keluar dari ruang makan
yang diikuti oleh tatapan bingung oleh pemilik rumah dan juga temannya. Feby
pun menyusul Triana keluar setelah berpamitan. Feby menemukan Triana berada di
depan teras rumah berusaha untuk menenangkan diri.
‘’Kamu kenapa sih? Tiba-tiba pergi begitu
aja. Ngga sopan’’.
‘’Biarin aja. Aku sudah ngga tahan
berlama-lama dengan mereka berada dalam satu ruangan’’.
‘’Memangnya kenapa?’’
‘’Aku merasa marah ama mereka semua. Aku
benci’’.
‘’Iya tapi kenapa?’’
‘’Kamu tahu ngga. Papanya Celine adalah
papaku juga dan tunangan Celine adalah pacarku’’.
Feby hanya terbelalak terkejut mendengar
pengakuan Triana yang tidak disangka-sangka.
bukanny ayah triana udh meninggal
BalasHapusnanti dijelaskan di part berikutnya :)
Hapusga sabar
Hapus#sgra apdet ya sist
sdh dia apdet ya :)
Hapus